Orang modern sekarang ini mencintai kecepatan, bersikukuh dengan waktu yang lebih singkat untuk mengerjakan lebih banyak pekerjaan, dan untuk mengejar ketinggalan tersebut harus mempercepat langkah Anda.
“Waktu adalah uang” telah menjadi moto yang oleh orang-orang diterapkan pada bidang persaingan bisnis, maka perlahan-lahan orang akan terbiasa dengan pikiran mengejar ritme cepat.
Itulah mengapa di-”mabuk waktu” telah menjadi gangguan pada masyarakat modern, dimana orang-orang mengejar kecepatan secara berlebihan, dan semakin menambah derap serta selalu ingin berbuat lebih banyak dalam waktu singkat. Oleh sebab itu orang lantas menjadi mudah gugup, gelisah, insomnia, dan bahkan menderita penyakit depresi.
Di-“mabuk waktu” adalah penyakit nomor satu yang paling sering di derita orang zaman sekarang
Pada 1982, seorang dokter Amerika Serikat telah melihat keterikatan seseorang akan “waktu berjalan terus dan bagaimanapun tidak cukup digunakan, Anda harus menambah kecepatan langkah baru bisa menyusulnya.” Maka timbullah istilah di-“mabuk waktu“ (time sickness). Hari ini, orang di seluruh dunia hampir semua menderita mabuk waktu, dan secara membabi-buta mengejar kecepatan.
Penderita mabuk waktu akan merasakan ketegangan, kecemasan, insomnia, sakit punggung, depresi ... dan bahkan bisa terkena penyakit mental yang lebih parah dan berbagai macam penyakit yang diderita tubuh.
Jika telah menderita “mabuk waktu”, tidak diragukan lagi dengan cepat akan menjadi kecanduan, menjadi semacam idola. Gejalanya adalah, Anda akan selalu bertarung setiap menit, setiap detik, selalu berpikir dalam waktu bersamaan harus melakukan beberapa hal. Orang-orang seperti ini tidak dapat merasakan ada masa depan, dan hidup santai telah benar-benar menghilang dari kehidupan mereka.
Klaus Schwab, sponsor dari Forum Ekonomi Dunia mengatakan dengan sangat baik: “Di dunia masa lalu, ada pepatah ‘besar makan kecil’, namun saat ini lebih tepat ‘cepat makan lambat’. Mereka yang lambat telah dibabat habis oleh mereka yang cepat.”
“Cepat”, nampaknya telah menggantikan posisi “besar,” yang selama ini telah menjadi hegemoni terbesar di dunia.
Penulis Kanada mempromosikan sikap hidup “hidup dengan tempo lambat”
Penulis Kanada Carl Honore beberapa tahun lalu menerbitkan buku terlaris Nikmati Hidup Lambat. Dia mengusulkan pada masyarakat kontemporer yang terbiasa hidup dengan konsep “terburu-buru” untuk bergerak sebaliknya, yakni “hidup dengan tempo lambat.”
Dia menganjurkan makan dengan lambat, pengobatan lambat, bekerja lambat, olahraga lambat, membaca lambat, sehingga tubuh dan pikiran mendapat waktu untuk beristirahat.
Honore mengatakan, pada awalnya keputusan untuk melakukan penelitian mengenai gaya hidup lambat terjadi secara kebetulan. Suatu malam, ia membacakan cerita dongeng yang ada dalam buku dongeng untuk menidurkan anaknya. Tetapi, pada saat itu ia hanya menganggapnya sebagai tugas rutin, sehingga ketika bercerita terus menerus melompati plot dari cerita.
Mendengar cerita yang dibacakan ayahnya, si anak merasa tidak puas. Lalu bertengkarlah ayah dan anak. Keesokan harinya, ia naik pesawat untuk melakukan perjalanan dinas.
Di dalam pesawat, ia melakukan hal yang tidak lazim yaitu tidak melakukan apapun, hanya duduk di sana dan berpikir. Ia merenungi kehidupan semacam ini. Setelah turun dari pesawat, ia memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai gaya hidup lambat, untuk menggali rahasia keajaiban tersebut.
Honore menunjukkan, kehidupan yang serba cepat barulah muncul setelah industrialisasi, Sedangkan pepatah “waktu adalah uang” diterapkan ke ranah persaingan komersial, yang perlahan-lahan menimbulkan semacam pola pikir mengejar ritme cepat pada orang-orang.
Oleh sebab itu di-”mabuk waktu” mengganggu masyarakat modern karena mengejar kecepatan secara berlebihan dan menambah langkah yang semakin cepat, dan selalu ingin berbuat lebih banyak dalam waktu yang singkat.
Bukan hanya orang dewasa saja yang berkejaran dengan waktu, bahkan anak-anak pun dipaksa untuk menjalani masa kecil yang serba cepat (banyak pekerjaan rumah dan berbagai kegiatan ekstra kurikuler).
Pada kenyataannya, memperlambat langkah akan membawa manfaat nyata yang baik. Sebagai contoh, data dari Skotlandia menunjukkan, anak yang tidak mempunyai beban pekerjaan rumah, nilai pelajaran matematikanya malah meningkat.
“Hidup lambat” bukan berarti segala hal dilakukan seperti langkah-langkah sapi, tetapi hanya ingin hidup di dalam dunia yang lebih baik dan modern.
Orang kuno memerhatikan saat melakukan aktivitas, tubuh harus tegak dan cermat. Dalam keributan mencari keheningan, dalam kesibukan mencari keselamatan.
Cendekiawan zaman dulu sebelum memulai pelajaran memerhatikan meditasi. Duduk harus memerhatikan postur. Menulis harus mengatur pernapasan. Semua lapisan kehidupan berbicara tentang keheningan dan meditasi, sehingga secara keseluruhan masyarakat berada dalam kondisi tenteram dan damai. (hui)